Judul Materi : 1. Pekerjaan dan Waktu Luang
2. Self Directed Changes
Tugas : 4
Nama : Denada Aprilia Putri
Kelas : 2pa13
Npm: 12513159
2. Self Directed Changes
Tugas : 4
Nama : Denada Aprilia Putri
Kelas : 2pa13
Npm: 12513159
1. Pekerjaan dan Waktu Luang
A. Penyesuaian diri dengan pekerjaan
Proses menyesuaikan
diri dengan jenis pekerjaan yang telah dipilih meliputi sifat dan jenis
pekerjaan, melakukan adaptasi dengan teman sejawat/kerja, pimpinan, lingkungan
kerja dan aturan-aturan dalam dunia kerjanya. Dawis dan
Lofquist (1984) mendefinisikan penyesuaian bekerja sebagai “proses
berkelanjutan dan dinamis di mana seorang pekerja berusaha untuk mencapai dan
mempertahankan korespondensi dengan lingkungan kerja”. Ada dua komponen utama untuk memprediksi
penyesuaian kerja: kepuasan dan kualitas memberikan kepuasan yang cukup untuk
memenuhi permintaan atau kebutuhan (satisfactoriness). Kepuasan
mengacu pada sejauh mana kebutuhan individu dan persyaratan dipenuhinya
pekerjaan yang dia lakukan. Satisfactoriness menyangkut penilaian orang lain,
dari sejauh mana individu menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya.
B. Waktu Luang
Dalam bahasa Inggris waktu luang
dikenal dengan sebutan leisure. Kata leisuresendiri berasal dari
bahasa Latin yaitu licere yang berarti diizinkan (To be Permited) atau
menjadi bebas (To be Free). Kata lain dari leisure adalah loisiryang
berasal dari bahasa Perancis yang artinya waktu luang (Free Time), George
Torkildsen.
Berdasarkan teori dari George
Torkildsen dalam bukunya yang berjudul leisure and recreation management (Januarius
Anggoa, 2011) definisi berkaitan dengan leisureantara lain:
a. Waktu luang sebagai waktu (leisure
as time)
Waktu luang digambarkan sebagai waktu
senggang setelah segala kebutuhan yang mudah telah dilakukan. Yang mana ada
waktu lebih yang dimiliki untuk melakukan segala hal sesuai dengan keinginan
yang bersifat positif. Pernyataan ini didukung oleh Brightbill yang beranggapan
bahwa waktu luang erat kaitannya dengan kaitannya dengan kategori discretionary
time, yaitu waktu yang digunakan menurut pemilihan dan penilaian kita sendiri.
b. Waktu luang sebagai aktivitas (leisure
as activity)
Waktu luang terbentuk dari segala
kegiatan bersifat mengajar dan menghibur pernyataan ini didasarkan pada
pengakuan dari pihak The International Group of the Social Science of
Leisure, menyatakan bahwa: “waktu luang berisikan berbagai macam kegiatan yang
mana seseorang akan mengikuti keinginannya sendiri baik untuk beristirahat,
menghibur diri sendiri, menambah pengetahuan atau mengembangkan keterampilannya
secara objektif atau untuk meningkatkan keikutsertaan dalam bermasyarakat.
c. Waktu luang sebagai suasana hati
atau mental yang positif (leisure as an end in itself or a state of being)
Pieper beranggapan bahwa:“Waktu luang
harus dimengerti sebagai hal yang berhubungan dengan kejiwaan dan sikap yang
berhubungan dengan hal-hal keagamaan, hal ini bukan dikarenakan oleh
faktor-faktor yang datang dari luar. Hal ini juga bukan merupakan hasil dari
waktu senggang, liburan, akhir pekan, atau liburan panjang.
d. Waktu luang sebagai sesuatu yang
memiliki arti luas (leisure as an all embracing)
Menurut Dumadezirer, waktu luang
adalah relaksasi, hiburan, dan pengembangan diri. Dalam ketiga aspek tersebut,
mereka akan menemukan kesembuhan dari rasa lelah, pelepasan dari rasa bosan,
dan kebebasan dari hal-hal yang bersifat menghasilkan. Dengan kata lain, waktu
luang merupakan ekspresi dari seluruh aspirasi manusia dalam mencari
kebahagiaan, berhubungan dengan tugas baru, etnik baru, kebijakan baru, dan
kebudayaan baru.
e. Waktu luang sebagai suatu cara
untuk hidup (leisure as a way of living)
Seperti yang dijelaskan oleh Goodale
dan Godbye dalam buku The Evolution Of Leisure : “Waktu luang adalah
suatu kehidupan yang bebas dari tekanan-tekanan yang berasal dari luar
kebudayaan seseorang dan lingkungannya sehingga mampu untuk bertindak sesuai rasa
kasih yang tak terelakkan yang bersifat menyenangkan, pantas, dan menyediakan
sebuah dasar keyakinan”. Hal senada juga diungkapkan oleh Soetarlinah Sukadji
(Triatmoko, 2007) yang melihat arti istilah waktu luang dari 3 dimensi, yaitu:
a. Dilihat dari dimensi waktu, waktu
luang dilihat sebagai waktu yangtidak digunakan untuk bekerja mencari nafkah,
melaksanakan kewajiban, dan mempertahankan hidup.
b. Dari segi cara pengisian, waktu
luang adalah waktu yang dapat diisi dengan kegiatan pilihan sendiri atau waktu
yang digunakan dan dimanfaatkan sesuka hati.
c. Dari sisi fungsi, waktu luang
adalah waktu yang dimanfaatkan sebagai sarana mengembangkan potensi,
meningkatkan mutu pribadi, kegiatan terapeutik bagi yang mengalami gangguan
emosi, sebagai selingan hiburan, sarana rekreasi, sebagai kompensasi pekerjaan
yang kurang menyenangkan, atau sebagai kegiatan menghindari sesuatu.
Dengan banyaknya definisi waktu
luang, dapat disimpulkan bahwa waktu luang adalah waktu yang mempunyai posisi
bebas penggunaannya dan waktu tersebut berada diluar kegiatan rutin
sehari-hari sehingga dapat dimanfaatkan secara positif guna meningkatkan
produktifitas hidup yang efektif dan pengisian waktu luang dapat diisi dengan
berbagai macam kegiatan yang mana seseorang akan mengikuti keinginannya sendiri
baik untuk beristirahat, menghibur diri sendiri, menambah pengetahuan atau
mengembangkan keterampilannya secara objektif.
Mengisi waktu luang bagi remaja
terutama siswa yaitu waktu yang terdapat pada siswa diluar jam pelajaran
sekolah dan dapat diisi dengan kegiatan relaksasi atau istirahat, kegiatan
hiburan atau rekreasi, dan kegiatan pengembangan diri sesuai dengan pilihan
sendiri sehingga akan timbul suatu kesembuhan dari rasa capek dan melepaskan
dari rasa bosan.
2. Manfaat Mengisi Waktu Luang
Orang yang menggunakan waktu secara
efisien akan memperoleh banyak keuntungan, misalnya mereka dapat menyelesaikan
pekerjaannya tepat waktu, sehingga ada waktu untuk memulihkan kebugaran fisik
dan mental, rekreasi, dan interaksi sosial.
Manfaat mengisi waktu luang yaitu
menurut Soetarlinah Sukadji (Triatmoko, 2007) yaitu:
a. Bisa meningkatkan kesejahteraan
jasmani.
b. Meningkatkan kesegaran mental dan
emosional.
c. Membuat kita mengenali kemampuan
diri sendiri.
d. Mendukung konsep diri serta harga diri.
e. Sarana belajar dan pengembangan
kemampuan.
f. Pelampiasan ekspresi dan
keseimbangan jasmani, mental, intelektual, spiritual, maupun estetika.
g. Melakukan penghayatan terhadap apa
yang anda sukai tanpa tidak mempedulikan segi materi.
3. Kegiatan Waktu Luang
Berdasarkan definisi teori waktu
luang yaitu waktu luang sebagai aktivitas yaitu waktu yang berisikan berbagai
macam kegiatan baik untuk beristirahat, menghibur diri sendiri, menambah
pengetahuan serta menggunakan keterampilan secara objektif untuk meningkatkan
keikutsertaan dalam bermasyarakat setelah melepaskan diri dari segala pekerjaan
rutinnya, keluarga dan lingkungan sosial dan waktu luang sebagai relaksasi,
hiburan, dan pengembangan diri. Beberapa kegiatan mengisi waktu luang diantaranya:
a. Relaxation Activity (Kegiatan
Relaksasi)
Menurut Soetarlinah Sukadji
(Triatmoko, 2007) kegiatan relaksasi diantaranya kegiatan relaksasi aktif
misalnya: membetulkan alat rumah tangga atau berbenah rumah, memperbaiki sepeda
motor. Kegiatan tersebut sifatnya produktif cenderung meningkatkan ketrampilan
dan harga diri. Selain itu bisa melakukan relaksasi pasif dengan cara menonton
televisi, mendengarkan musik, dan membaca tulisan ringan. Namun terlalu banyak
melakukan kegiatan relaksasi pasif akan membuat kehilangan
waktu untuk kegiatan yang lebih
produktif.
b. Entertainment Activity (Kegiatan
Hiburan)
Fine, Mortimer, & Robert
(Broderick & Blewitt, 2006), menyebutkan bahwa kegiatan hiburan atau
rekreasi dapat mempromosikan penguasaan keterampilan, seperti olahraga
partisipasi, hobi, dan kesenian atau mungkin lebih murni rekreasi seperti
bermain video game, melamun atau nongkrong dengan teman-teman. Menurut Ahmad H.
Kanzun (2002: 68) Kegiatan olahraga termasuk dalam salah satu kegiatan yang
positif dan terarah. Karena dengan berolahraga, remaja dapat menjaga kondisi
tubuhnya agar selalu sehat dan dapat melakukan segala aktifitasnya.
Selanjutnya menurut penggolongan ahli
pengetahuan hobi Margaret E. MulacHobbies: The Creative Use of Leisure (1959),
(The Liang Gie , 1996: 99-100), ada 4 macam hobi, yaitu:
1) Making Hobbies (Membikin)
Ini meliputi berbagai seni kerajinan
seperti misalnya kegiatan pahat, ukir, kerajinan emas-perak, keramik, tenun,
dan fotografi.
2) Learning Hobbies (Belajar)
Ini meliputi segala macam bentuk
belajar seperti misalnya mempelajari sejarah, karang-mengarang, atau bahasa
asing.
3) Doing Hobbies (Melakukan)
Ini meliputi segala macam bentuk
melakukan sesuatu hal, misalnya menyanyi, menari, memainkan alat musik, berkebun,
dan aneka hobi alam (misalnya mengamati burung atau memelihara ikan hias).
4) Collectting Hobbies (Mengumpulkan)
Ini meliputi kegiatan mengumpulkan
bermacam-macam benda seperti perangko, mata uang, buku antik, dan batu-batuan.
c. Personal Development Activity (Kegiatan
Pengembangan Diri)
Pengembangan diri termasuk kegiatan
yang meningkatkan kesadaran dan identitas, mengembangkan bakat dan potensi,
membangun modal manusia, dan memfasilitasi kerja, meningkatkan kualitas hidup
dan berkontribusi pada realisasi mimpi dan aspirasi serta rohani pengembangan
(Anonim, 2009). Berteman, bergaul dan mengikuti aktivitas disekitar rumah atau
sekolah atau kegiatan yang berhubungan dengan kesiapannya menuju jenjang
pendidikan yang lebih tinggi (misalnya pergi keperpustakaan, latihan
soal-soal).
Menurut Soetarlinah Sukadji
(Triatmoko, 2007), mengikuti kursus musik, kelompok teater, kursus bahasa
asing, melukis, mengarang, membuat sajak, memasak, menata musik,
membuat patung. Kegiatan ini selain meningkatkan ketrampilan, juga menimbulkan
perasaan kesuksesan. Menurut Ahmad H. Kanzun (2002: 36) Mengikuti kegiatan
masjid yang merupakan pusat kegiatan keislaman dalam mengasah wawasan dan
menambah pengetahuan dibidang keagamaan sebagai pedoman hidup.
Selain itu, mengikuti kegiatan
kemasyarakatan (Ahmad H. Kanzun, 2002:59) membentuk remaja sebagai generasi
muda yang berkualitas, sangat diharapkan untuk dapat ikut berpartisipasi aktif
dalam mengikuti segala kegiatan-kegiatan kemasyarakatan dengan niat dan
semangat yang positif. Dengan kegiatan tersebut diharapkan dapat mempererat
tali persaudaraan antar sesama dan menumbuhkan rasa solidaritas.
Kenyataannya dikalangan remaja
menunjukkan adanya pemanfaatan waktu luang secara serampangan saja, tanpa
adanya perencanaan yang matang, pengawasan maupun pengarahan. Hal itu yang
menyebabkan fenomena negatif jarangnya siswa aktif dalam kegiatan-kegiatan
kesiswaan yang teratur dan terarah adalah lemahnya upaya penyadaran akan
urgensi kegiatan tersebut dan dampak pendidikannya dalam membentuk kepribadian
dan perilaku siswa, disamping faktor-faktor lain seperti buruknya pengelolaan
sebagian pengemban misi pendidikan, monotonnya kegiatan ataupun minimnya
hal-hal yang mendukung.
4. Mengelola Waktu Luang
Waktu yang dimiliki setiap orang akan
terus bergerak maju. Pada prinsipnya waktu luang yang bergerak maju ini akan
mengikis habis waktu yang anda miliki. Kenyataan yang sering kita hadapi
ternyata kita mengeluh dengan waktu yang tiba-tiba berlalu begitu saja,
sementara anda tidak berbuat apa pun (Frans M. Royan, 2011: 88).
Depdiknas (2009), mengelola waktu
dalam setiap kegiatan sangat penting sehingga dapat memanfaatkan setiap jam,
menit, dan bahkan detik dalam hidup dengan sebaik-baiknya. Seorang siswa perlu
memperhatikan dan mengelola waktu mereka baik itu dalam lingkungan sekolah maupun
diluar sekolah, berikut akan dipaparkan apa saja yang perlu dilakukan dan
diperhatikan seseorang, khususnya pelajar dalam mengatur waktu:
a. Membagi Waktu
b. Membuat Jadwal
c. Menjalankan Jadwal
d. Evaluasi
e. Penggunaan Alat Bantu
2. Self-Directed Changes
A. Konsep dan Penerepan Self Directed
Changes
Self-directed
changes adalah sebuah teori yang mengajarkan tentang bagaimana kita bisa
mengubah diri kearah yang lebih baik dari kenyataan hidup yang kurang mendukung.
Pendekatan coaching ini
menggunakan teori Self-direct Changes yang berprinsip bahwa orang
akan berubah hanya jika mereka :
1. Merasa
perubahan itu demi kepentingan mereka sendiri.
2. Merasa
tidak puas dengan situasi atau level kinerja kini (actual).
3. Jelas
mengenai situasi atau level kompetensi yang dikehendaki.
4. Langkah-langkah
tindakan yang dapat mereka jalani untuk bergerak sari situasi atau level
competence actual menuju situasi atau level komptensi yang dikehendaki.
Beberapa
tahapan self-directed changes yaitu:
1. Menetukan
control diri.
kontrol
diri merupakan satu potensi yang dapat dikembangkan dan digunakan individu
selama proses-proses dalam kehidupan, termasuk dalam menghadapi kondisi yang
terdapat di lingkungan yang berbeda disekitarnya. Para ahli berpendapat bahwa
kontrol diri dapat digunakan sebagai suatu intervensi yang bersifat preventive
selain dapat mereduksi efek-efek psikologis yang negative dari
stressor-stressor lingkungan. Disamping itu control diri memiliki makna sebagai
suatu kecakapan individu dalam kepekaan membaca situasi diri dan lingkungannya
serta kemampuan untuk mengontrol dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai
dengan situasi dan kondisi untuk menampilkan diri dalam melakukan sosialisasi.
Menurut
Fujita dkk, kontrol-diri dapat ditingkatkan melalui beberapa cara berfikir yang
saling berhubungan :
1. Global
Processing : mencoba fokus pada gambaran besar dari tujuan hidup atau
cita-cita kita, sehingga setiap kegiatan atau tindakan kita dilihat sebagai
bagian dari pencapaian tujuan akhir.
2. Abstrac
listening : mencoba menolak detil-detil dalam situasi khusus untuk membawa
kita berfikir bagaimana tindakan kita sesuai dengan rencana kerja kita secara
keseluruhan.
3. High-level
categorization : berfikir tentang konsep tingkat tinggi daripada keadaan
yang khusus atau sesaat. Katagorisasi tugas dapat membantu kita untuk mengatur
fokus dan mencapai disiplin-diri yang lebih besar.
2. Menetapkan
suatu tujuan.
Menetapkan
tujuan adalah mengubah hal yang buruk menjadi lebih baik lagi. Kita harus
menetapkan target unutk mempunyai hidup yang lebih baik lagi. Contoh: kita
harus menahan keinginan kita untuk merokok mungkin kita bisa mengganti rokok
dengan permen-permen pengganti rokok supaya mulut tidak terasa asam lagi, dan
sebagainya.
3. Menyusun
konsekuensi yang efektif.
Struktur
yang berlapis-lapis memang diperlu-kan agar beban kerja bisa didistribusikan
secara efisien dan sistematis. Namun struktur yang kelewat tinggi dalam arti
terlalu hirarkis me¬nyebabkan birokrasi tak lagi rasional. Terlalu banyak
paperworkrang beredar dari satu meja ke meja lain sebelum ada pelaksanaan
konkrit. Demikian pula laporan dari bawah lamban sekali mencapai tingkat yang
sebenarnya harus me-nanggapi. Organisasi lantas sulit bereaksi terha¬dap
berbagai situasi menantang. la stagnan dan tidak adaptif. Efisiensi dan
efektivitasnya rendah.
4. Menyaring
anteseden perilaki
5. Menyusun
konsekuensi yang efektif
6. Menerapkan
rencana intervensi
Rencana
intervensi kreatif memiliki beberapa bagian diantaranya :
a. Intervensi
kreatif.
Atas
dasar ilmu pengetahuan yang ada. Pola ini dimaksudkan menciptakan suatu model
intervensi berdasarkan atas ilmu pengetahuan yang ada. Dengan demikian
konsultan berusaha menciptakan model intervensi yang kreatif dalam
mengembangkan suatu ilmu pengetahuan yang ada dan yang dikuasainya. Umpamanya,
konsultan mau menerapkan model tim bilding berdasarkan dari sisi ilmu
pengetahuan lain. Maka konsultan mengembangkan model-model tim bilding dari
sisi ilmu tersebut. Dari pengembangan model dari ilmu pengetahuan lainnya ini,
maka akan diperoleh model intervensi yang lain dari sebelumnya. Dengan
sendirinya suatu kesulitan yang mungkin timbul adalah usaha untuk menciptakan
model baru ini. Setiap praktika konsultan akan diciptakan model baru yang
berbeda dari model sebelumnya, kreativitas memang sulit akan tetapi menarik
bagi yang menyenanginya.
b. Penambahan
atas teori dasar yang ada.
Dalam
pola ketiga ini bentuk intervensinya memberikan tambahan kepada teori dasar
yang sudah ada. Dengan kata lain konsultan menciptakan teori dan metodologi
baru yang menambah, mengembangkan, dan memperbaiki teori dasar yang ada. Pola
ini sebenarnya jarang dan sulit dilakukan oleh konsultan. Sebenarnya pola
intervensi ini demanding, karena konsultan selain mengamalkan praktika
konsultasi diapun melakukan riset di bidangnya. Sehingga mampu menemukan
model-model baru. Suatu contoh yang sangat baik tentang pola ketiga ini ialah
usaha-usaha yang dilakukan oleh Kurt Lewin yang terkenal sampai sekarang dengan
sebutan action research.
7. Evaluasi.
Evaluasi
adalah melihat berapa besar kemajuan yang sudah kita lakukan untuk perubahan
yang lebih baik. Pastikan setiap tahapan terpenuhi. Jika memang ada tahapan
yang belum bisa terpenuhi lebih baik kita mengulang tahapan-tahapan tersebut
agar tujuan dapat tercapai dengan baik.
Evaluasi
proses pembelajaran merupakan tahap yang perlu dilakukan oleh guru untuk
menentukan kualitas pembelajaran. Kegiatan ini sering disebut juga sebagai
refleksi proses pembelajaran, karena kita akan menemukan kelebihan dan
kekurangan dari proses pembelajaran yang telah dilakukan. Dalam Permen No. 41
tahun 2007 tentang Standar proses dinyatakan bahwa evaluasi proses pembelajaran
dilakukan untuk menentukan kualitas pembelajaran secara keseluruhan, mencakup
tahap perencanaan poses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan
penilaian hasil pembelajaran.
Evaluasi
proses pembelajaran diselenggarakan dengan cara:
a. Membandingkan
poses pembelajaran yang dilaksanakan guru dengan standar proses.
b. Mengidentifikasi
kinerja guru dalam proses pembelajaran sesuai dengan kompetensi guru.
Daftar Pustaka
http://widyadjaati.blogspot.com/2015/05/self-directed-changes.html