Judul Materi : 1.Hubungan Interpersonal
2.Cinta dan Perkawinan
2.Cinta dan Perkawinan
Tugas ke : 3
Nama : Denada Aprilia Putri
Kelas : 2PA13
Npm : 12513159
1. Hubungan Interpersonal
Hubungan Interpersonal
Hubungan interpersonal proses interaksi yang terjadi dengan orang lain yang bukan hanya menyampaikan isi pesan atau informasi tetapi orang yang melakukan interaksi memiiki maksud atau tujuan tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan. contohnya : berinteraksi dalam proses perdagangan, dalam proses menjalin relasi atau pertemanan, maupun menjalin hubungan percintaan.
Hubungan terjalin melalui beberapa proses dan tahapan, berikut adalah proses terbentuknya suatu hubungan :
1. Pembentukan
Tahap ini sering disebut juga dengan tahap perkenalan. Beberapa peneliti telah menemukan hal-hal menarik dari proses perkenalan. Fase pertama,“fase kontak yang permulaan”, ditandai oleh usaha kedua belah pihak untuk menangkap informasi dari reaksi kawannya. Masing-masing pihak berusaha menggali secepatnya identitas, sikap dan nilai pihak yang lain. bila mereka merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan proses mengungkapkan diri. Pada tahap ini informasi yang dicari meliputi data demografis, usia, pekerjaan, tempat tinggal, keadaan keluarga dan sebagainya. Menurut Charles R. Berger informasi pada tahap perkenalan dapat dikelompokkan pada tujuh kategori, yaitu: a) informasi demografis; b) sikap dan pendapat (tentang orang atau objek); c) rencana yang akan datang; d) kepribadian; e) perilaku pada masa lalu; f) orang lain; serta g) hobi dan minat.
2. Peneguhan Hubungan
Hubungan interpersonal tidaklah bersifat statis, tetapi selalu berubah. Untuk memelihara dan memperteguh hubungan interpersonal, diperlukan tindakan-tindakan tertentu untuk mengembalikan keseimbangan. Ada empat faktor penting dalam memelihara keseimbangan ini, yaitu: a) keakraban; b) kontrol; c)respon yang tepat; dan d) nada emosional yang tepat. Keakraban merupakan pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang. Hubungan interpersonal akan terperlihara apabila kedua belah pihak sepakat tentang tingkat keakraban yang diperlukan.
Faktor kedua adalah kesepakatan tentang siapa yang akan mengontrol siapa, dan bilamana. Jika dua orang mempunyai pendapat yang berbeda sebelum mengambil kesimpulan, siapakah yang harus berbicara lebi banyak, siapa yang menentukan, dan siapakah yang dominan. Konflik terjadi umumnya bila masing-masing ingin berkuasa, atau tidak ada pihak yang mau mengalah. Faktor ketiga adalah ketepatan respon. Dimana, respon A harus diikuti oleh respon yang sesuai dari . Dalam percakapan misalnya, pertanyaan harus disambut dengan jawaban, lelucon dengan tertawa, permintaan keterangan dengan penjelasan.
Respon ini bukan saja berkenaan dengan pesanpesan verbal, tetapi juga pesan-pesan nonverbal. Jika pembicaraan yang serius dijawab dengan main-main, ungkapan wajah yang bersungguh-sungguh diterima dengan air muka yang menunjukkan sikap tidak percaya, maka hubungan interpersonal mengalami keretakan. Ini berarti kita sudah memberikan respon yang tidak tepat. Faktor terakhir yang dapat memelihara hubungan interpersonal adalah keserasian suasana emosional ketika komunikasi sedang berlangsung. Walaupun mungkin saja terjadi interaksi antara dua orang dengan suasana emosional yang berbeda, tetapi interaksi itu tidak akan stabil. Besar kemungkinan salah satu pihak akan mengakhiri interaksi atau mengubah suasana emosi.
Hubungan interpersonal proses interaksi yang terjadi dengan orang lain yang bukan hanya menyampaikan isi pesan atau informasi tetapi orang yang melakukan interaksi memiiki maksud atau tujuan tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan. contohnya : berinteraksi dalam proses perdagangan, dalam proses menjalin relasi atau pertemanan, maupun menjalin hubungan percintaan.
Hubungan terjalin melalui beberapa proses dan tahapan, berikut adalah proses terbentuknya suatu hubungan :
1. Pembentukan
Tahap ini sering disebut juga dengan tahap perkenalan. Beberapa peneliti telah menemukan hal-hal menarik dari proses perkenalan. Fase pertama,“fase kontak yang permulaan”, ditandai oleh usaha kedua belah pihak untuk menangkap informasi dari reaksi kawannya. Masing-masing pihak berusaha menggali secepatnya identitas, sikap dan nilai pihak yang lain. bila mereka merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan proses mengungkapkan diri. Pada tahap ini informasi yang dicari meliputi data demografis, usia, pekerjaan, tempat tinggal, keadaan keluarga dan sebagainya. Menurut Charles R. Berger informasi pada tahap perkenalan dapat dikelompokkan pada tujuh kategori, yaitu: a) informasi demografis; b) sikap dan pendapat (tentang orang atau objek); c) rencana yang akan datang; d) kepribadian; e) perilaku pada masa lalu; f) orang lain; serta g) hobi dan minat.
2. Peneguhan Hubungan
Hubungan interpersonal tidaklah bersifat statis, tetapi selalu berubah. Untuk memelihara dan memperteguh hubungan interpersonal, diperlukan tindakan-tindakan tertentu untuk mengembalikan keseimbangan. Ada empat faktor penting dalam memelihara keseimbangan ini, yaitu: a) keakraban; b) kontrol; c)respon yang tepat; dan d) nada emosional yang tepat. Keakraban merupakan pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang. Hubungan interpersonal akan terperlihara apabila kedua belah pihak sepakat tentang tingkat keakraban yang diperlukan.
Faktor kedua adalah kesepakatan tentang siapa yang akan mengontrol siapa, dan bilamana. Jika dua orang mempunyai pendapat yang berbeda sebelum mengambil kesimpulan, siapakah yang harus berbicara lebi banyak, siapa yang menentukan, dan siapakah yang dominan. Konflik terjadi umumnya bila masing-masing ingin berkuasa, atau tidak ada pihak yang mau mengalah. Faktor ketiga adalah ketepatan respon. Dimana, respon A harus diikuti oleh respon yang sesuai dari . Dalam percakapan misalnya, pertanyaan harus disambut dengan jawaban, lelucon dengan tertawa, permintaan keterangan dengan penjelasan.
Respon ini bukan saja berkenaan dengan pesanpesan verbal, tetapi juga pesan-pesan nonverbal. Jika pembicaraan yang serius dijawab dengan main-main, ungkapan wajah yang bersungguh-sungguh diterima dengan air muka yang menunjukkan sikap tidak percaya, maka hubungan interpersonal mengalami keretakan. Ini berarti kita sudah memberikan respon yang tidak tepat. Faktor terakhir yang dapat memelihara hubungan interpersonal adalah keserasian suasana emosional ketika komunikasi sedang berlangsung. Walaupun mungkin saja terjadi interaksi antara dua orang dengan suasana emosional yang berbeda, tetapi interaksi itu tidak akan stabil. Besar kemungkinan salah satu pihak akan mengakhiri interaksi atau mengubah suasana emosi.
A.
Model-model
hubungan Interpersonal
Ada 4 model hubungan
interpersonal yaitu meliputi :
1. Model pertukaran sosial (social exchange model)
Hubungan interpersonal diidentikan dengan suatu transaksi dagang. Orang berinteraksi karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Artinya dalam hubungan tersebut akan menghasilkan ganjaran (akibat positif) atau biaya (akibat negatif) serta hasil / laba (ganjaran dikurangi biaya).
1. Model pertukaran sosial (social exchange model)
Hubungan interpersonal diidentikan dengan suatu transaksi dagang. Orang berinteraksi karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Artinya dalam hubungan tersebut akan menghasilkan ganjaran (akibat positif) atau biaya (akibat negatif) serta hasil / laba (ganjaran dikurangi biaya).
2. Model peranan (role model)
Hubungan interpersonal diartikan sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang memainkan peranannya sesuai naskah yang dibuat masyarakat. Hubungan akan dianggap baik bila individu bertindak sesuai ekspetasi peranan (role expectation), tuntutan peranan (role demands), memiliki ketrampilan (role skills) dan terhindar dari konflik peranan. Ekspetasi peranan mengacu pada kewajiban, tugas dan yang berkaitan dengan posisi tertentu, sedang tuntutan peranan adalah desakan sosial akan peran yang harus dijalankan. Sementara itu ketrampilan peranan adalah kemampuan memainkan peranan tertentu.
Hubungan interpersonal diartikan sebagai panggung sandiwara. Disini setiap orang memainkan peranannya sesuai naskah yang dibuat masyarakat. Hubungan akan dianggap baik bila individu bertindak sesuai ekspetasi peranan (role expectation), tuntutan peranan (role demands), memiliki ketrampilan (role skills) dan terhindar dari konflik peranan. Ekspetasi peranan mengacu pada kewajiban, tugas dan yang berkaitan dengan posisi tertentu, sedang tuntutan peranan adalah desakan sosial akan peran yang harus dijalankan. Sementara itu ketrampilan peranan adalah kemampuan memainkan peranan tertentu.
3. Model permainan (games people
play model)
Model menggunakan pendekatan analisis transaksional. Model ini menerangkan bahwa dalam berhubungan individu-individu terlibat dalam bermacam permaianan. Kepribadian dasar dalam permainan ini dibagi dalam 3 bagian yaitu :
• Kepribadian orang tua (aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang diterima dari orang tua atau yang dianggap sebagi orang tua).
• Kepribadian orang dewasa (bagian kepribadian yang mengolah informasi secara rasional)
• Kepribadian anak (kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak yang mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas dan kesenangan). Pada interaksi individu menggunakan salah satu kepribadian tersebut sedang yang lain membalasnya dengan menampilkan salah satu dari kepribadian tersebut. Sebagai contoh seorang suami yang sakit dan ingin minta perhatian pada istri (kepribadian anak), kemudian istri menyadari rasa sakit suami dan merawatnya (kepribadian orang tua).
Model menggunakan pendekatan analisis transaksional. Model ini menerangkan bahwa dalam berhubungan individu-individu terlibat dalam bermacam permaianan. Kepribadian dasar dalam permainan ini dibagi dalam 3 bagian yaitu :
• Kepribadian orang tua (aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang diterima dari orang tua atau yang dianggap sebagi orang tua).
• Kepribadian orang dewasa (bagian kepribadian yang mengolah informasi secara rasional)
• Kepribadian anak (kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak yang mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas dan kesenangan). Pada interaksi individu menggunakan salah satu kepribadian tersebut sedang yang lain membalasnya dengan menampilkan salah satu dari kepribadian tersebut. Sebagai contoh seorang suami yang sakit dan ingin minta perhatian pada istri (kepribadian anak), kemudian istri menyadari rasa sakit suami dan merawatnya (kepribadian orang tua).
4. Model Interaksional
(interacsional model)
Model ini memandang hubungann interpersonal sebagai suatu sistem . Setiap sistem memiliki sifat struktural, integratif dan medan. Secara singkat model ini menggabungkan model pertukaran, peranan dan permainan.
Model ini memandang hubungann interpersonal sebagai suatu sistem . Setiap sistem memiliki sifat struktural, integratif dan medan. Secara singkat model ini menggabungkan model pertukaran, peranan dan permainan.
B.
Memulai
Hubungan
Adapun tahap –
tahap untuk menjalin hubungan interpersonal, yaitu:
- Pembentukan
Tahap ini sering
disebut juga dengan tahap perkenalan. Beberapa peneliti telah menemukan hal –
hal menarik dari proses perkenalan. Fase pertama, “fase kontak yang permulaan”,
ditandai oleh usaha kedua belah pihak untuk menangkap informasi dari reaksi
kawannya. Masing – masing pihak berusaha menggali secepatnya identitas, sikap
dan nilai pihak yang lain, bila mereka merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan
proses mengungkapkan diri. Pada tahap ini informasi yang dicari meliputi data
demografis, usia, pekerjaan, tempat tinggal, keadaan keluarga dan sebagainya.
Menurut Charles R.
Berger informasi pada tahap perkenalan dapat dikelompokkan pada tujuh kategori,
yaitu: a) informasi demografis; b) sikap dan pendapat (tentang orang atau
objek); c) rencana yang akan datang; d) kepribadian; e) perilaku pada masa
lalu; f) orang lain; serta g) hobi dan minat.
- Peneguhan Hubungan
Hubungan
interpersonal tidaklah bersifat statis, tetapi selalu berubah. Untuk memelihara
dan memperteguh hubungan interpersonal, diperlukan tindakan – tindakan tertentu
untuk mengembalikan keseimbangan. Ada empat faktor penting dalam memelihara
keseimbangan ini, yaitu:
· Keakraban
· Kontrol
· Respon yang tepat
· Nada emosional yang tepat
Faktor yang
Mempengaruhi Hubungan Interpersonal
· Komunikasi efektif
· Ekspresi wajah
· Kepribadian
· Stereotyping
· Kesamaan karakter personal
· Daya Tarik
· Ganjaran
· Kompetensi
C.
Hubungan
Peran
Hubungan
interpersonal tidaklah bersifat statis, tetapi selalu berubah. Untuk memelihara
dan memperteguh hubungan interpersonal, diperlukan tindakan-tindakan tertentu
untuk mengembalikan keseimbangan. Ada empat faktor penting dalam memelihara
keseimbangan ini, yaitu:
a)
Keakraban (pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang antara komunikan dan
komunikator).
b) Kontrol
(kesepakatan antara kedua belah pihak yang melakukan komunikasi dan menentukan
siapakah yang lebih dominan didalam komunikasi tersebut).
c) Respon yang
tepat (feedback atau umpan balik yang akan terima jangan sampai komunikator
salah memberikan informasi sehingga komunikan tidak mampu memberikan feedback
yang tepat).
d) Nada
emosional yang tepat (keserasian suasana emosi saat komunikasi sedang
berlangsung).
D. Intimasi dan Hubungan Pribadi
Intimasi atau
intimacy merupakan kedekatan emosional seseorang terhadap orang terdekatnya
seperti orang tua, sahabat, maupun pasangan. Menurut Steinberg (pada Papalia)
intimacy adalah komponen emosi dari cinta yang meliputi perasaan dengan orang
lain, seperti perasaan hangat, sharing, dan kedekatan emosi serta mengandung
pengertian sebagai elemen afeksi yang mendorong individu untuk selalu melakukan
kedekatan emosional dengan orang yang dicintainya. Menurut Wikipedia Keintiman
adalah kedekatan yang dirasakan oleh dua orang dan kekuatan dari ikatan yang
menahan mereka bersama. Intimasi memainkan peranan utama dalam pengalaman
manusia secara keseluruhan. Manusia mempnyai keinginan universal untuk
mencintai dan memiliki, sebuah rasa kepuasan dalam hubungan intim. Hubungan
intim terdiri dari individu yang tertarik satu sama lain, kepada siapa seorang
individu menyukai dan mencintai, hubungan romantis dan seksual, dan dari siapa
seorang individu menerima dukungan emosional dan personal.
Terdapat 5 aspek dalam keintiman :
1. Keintiman Intelektual
Ini bukan berarti diskusi “tingkat tinggi” yang melibatkan ide-ide canggih dan ilmiah. Suami- istri bisa saling memenuhi kebutuhan keintiman intelektualnya dengan membangun kebiasaan “mengungkapkan apa yang sedang dipikirkan” secara terbuka, khususnya yang terkait dengan hubungannya. Misalnya, “Bagaimana kalau malam ini kita makan ikan bakar di pinggir pantai ?” atau “Menurutku, kamar kita perlu ditata ulang”, dsb. Intinya kita mendiskusikan pikiran-pikiran kita sendiri, bukan persoalan di luar sana.
Terdapat 5 aspek dalam keintiman :
1. Keintiman Intelektual
Ini bukan berarti diskusi “tingkat tinggi” yang melibatkan ide-ide canggih dan ilmiah. Suami- istri bisa saling memenuhi kebutuhan keintiman intelektualnya dengan membangun kebiasaan “mengungkapkan apa yang sedang dipikirkan” secara terbuka, khususnya yang terkait dengan hubungannya. Misalnya, “Bagaimana kalau malam ini kita makan ikan bakar di pinggir pantai ?” atau “Menurutku, kamar kita perlu ditata ulang”, dsb. Intinya kita mendiskusikan pikiran-pikiran kita sendiri, bukan persoalan di luar sana.
2. Keintiman
Sosial
Dalam perkawinan, kebutuhan ini bisa dipenuhi dengan melakukan aktivitas berdua ( bersama). Tak jarang suami dan istri memiliki kesibukannya masing-masing sehingga tak punya waktu untuk melakukan kegiatan bersama. Istri aktif kegiatan gereja dan sosial sementara suami sibuk berbisnis atau mengejar karir, misalnya. Apa pun sibuknya, sebaiknya suami istri bisa mengalokasikan waktu untuk melakukan aktivitas bersama. Misalnya, jalan pagi berdua, ke gereja bersama keluarga, atau yang lebih berbobot punya agenda sosial yang dilakukan bersama seperti mengunjungi orang sakit, kerabat, panti asuhan, dll.
Dalam perkawinan, kebutuhan ini bisa dipenuhi dengan melakukan aktivitas berdua ( bersama). Tak jarang suami dan istri memiliki kesibukannya masing-masing sehingga tak punya waktu untuk melakukan kegiatan bersama. Istri aktif kegiatan gereja dan sosial sementara suami sibuk berbisnis atau mengejar karir, misalnya. Apa pun sibuknya, sebaiknya suami istri bisa mengalokasikan waktu untuk melakukan aktivitas bersama. Misalnya, jalan pagi berdua, ke gereja bersama keluarga, atau yang lebih berbobot punya agenda sosial yang dilakukan bersama seperti mengunjungi orang sakit, kerabat, panti asuhan, dll.
3. Keintiman
emosional
Perasaan adalah reaksi spontan yang muncul ketika panca indera kita berhadapan dengan sesuatu atau seseorang. Keterbukaan dan kesediaan untuk menerima reaksi emosional baik verbal maupun non verbal sangat penting dalam membangun keintiman emosional. Misalnya, istri yang takut dengan kecoa, tiba-tiba menjerit dan memegang erat tangan suami. Suami pun meresponnya secara positif, bukan meledek atau mentertawakan. Ada dua macam perasan ( positif dan negatif) yang perlu saling dibagikan: ada ketakutan, kesedihan, kemarahan, ada juga perasaan senang, bahagia, bangga. Kuncinya, belajar mengungkapkan apa pun perasaan secara verbal dan nonverbal.
Perasaan adalah reaksi spontan yang muncul ketika panca indera kita berhadapan dengan sesuatu atau seseorang. Keterbukaan dan kesediaan untuk menerima reaksi emosional baik verbal maupun non verbal sangat penting dalam membangun keintiman emosional. Misalnya, istri yang takut dengan kecoa, tiba-tiba menjerit dan memegang erat tangan suami. Suami pun meresponnya secara positif, bukan meledek atau mentertawakan. Ada dua macam perasan ( positif dan negatif) yang perlu saling dibagikan: ada ketakutan, kesedihan, kemarahan, ada juga perasaan senang, bahagia, bangga. Kuncinya, belajar mengungkapkan apa pun perasaan secara verbal dan nonverbal.
4. Keintiman
Fisik
Selama hidup kita masih menggunakan badan wadag, maka fisik kita pun menjadi sarana mewujudkan keintiman. Segala bentuk sentuhan fisik: belaian, usapan, pelukan, dll. sangat dibutuhkan. Dalam hal ini, hubungan seksual juga harus dipahami sebagai sarana membangun keintiman. Perlu pemahaman bahwa pria dan wanita secara fisik dan psikis berbeda, dalam hubungan seksual pria lebih mementingkan kepuasan secara fisik sedangkan wanita akan lebih membutuhkan kehangatan, perasaan disayangi dan diperhatikan.
Selama hidup kita masih menggunakan badan wadag, maka fisik kita pun menjadi sarana mewujudkan keintiman. Segala bentuk sentuhan fisik: belaian, usapan, pelukan, dll. sangat dibutuhkan. Dalam hal ini, hubungan seksual juga harus dipahami sebagai sarana membangun keintiman. Perlu pemahaman bahwa pria dan wanita secara fisik dan psikis berbeda, dalam hubungan seksual pria lebih mementingkan kepuasan secara fisik sedangkan wanita akan lebih membutuhkan kehangatan, perasaan disayangi dan diperhatikan.
5. Keintiman
Spiritual
Berdoa bersama, mengungkapkan kehidupan bathin masing-masing akan menumbuhkan keintiman spiritual. Tak harus ada kesamaan dan kesepakatan dalam hal spiritualitas dan religiositas, masing-masing harus bisa saling menghormati. Pada dasarnya setiap insan memiliki pola dan kedalaman spiritualitas yang unik dan berbeda-beda. Benteng terakhir dalam hubungan adalah keintiman spiritualitas, ketika fisik sudah rapuh dan ringkih, pikiran sudah pikun dan ngacau, emosi tak stabil, apalagi kalau bukan spiritual yang akan tetap mampu menyatukan ? (Paul Subiyanto)
Teori-teori hubungan Interpersonal keintiman:
Berdoa bersama, mengungkapkan kehidupan bathin masing-masing akan menumbuhkan keintiman spiritual. Tak harus ada kesamaan dan kesepakatan dalam hal spiritualitas dan religiositas, masing-masing harus bisa saling menghormati. Pada dasarnya setiap insan memiliki pola dan kedalaman spiritualitas yang unik dan berbeda-beda. Benteng terakhir dalam hubungan adalah keintiman spiritualitas, ketika fisik sudah rapuh dan ringkih, pikiran sudah pikun dan ngacau, emosi tak stabil, apalagi kalau bukan spiritual yang akan tetap mampu menyatukan ? (Paul Subiyanto)
Teori-teori hubungan Interpersonal keintiman:
E. Intimasi dan Pertumbuhan
Steinberg (1993)
berpendapat bahwa suatu hubungan intim adalah sebuah ikatan emosional antara
dua individu yang didasari oleh kesejahteraan satu sama lain, keinginan untuk
memperlihatkan pribadi masing-masing yang terkadang lebih bersifat sensitif
serta saling berbagi kegemaran dan aktivitas yang sama.
Faktor-faktor
yang menumbuhkan hubungan interpersonal yang baik antara lain ialah berhubungan
dengan orang lain tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikan, menumbuhkan
sikap percaya pada diri orang lain atau kejujuran yang menumbuhkan sikap
percaya.sikap yang mengurangi sikap defensive dalam komunikasi amat besar
pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif. Untuk
bertumbuh dalam keintiman, yang terutama adalah cinta. Keintiman tidak akan
bertumbuh jika tidak ada cinta . Keintiman berarti proses menyatakan siapa kita
sesungguhnya kepada orang lain. Keintiman adalah kebebasan menjadi diri
sendiri. Keintiman berarti proses membuka topeng kita kepada pasangan kita.
Bagaikan menguliti lapisan demi lapisan bawang, kita pun menunjukkan lapisan
demi lapisan kehidupan kita secara utuh kepada pasangan kita.
Keinginan setiap
pasangan adalah menjadi intim. Kita ingin diterima, dihargai, dihormati, dianggap
berharga oleh pasangan kita. Kita menginginkan hubungan kita menjadi tempat
ternyaman bagi kita ketika kita berbeban. Tempat dimana belas kasihan dan
dukungan ada didalamnya. Namun, respon alami kita adalah penolakan untuk bisa
terbuka terhadap pasangan kita. Jadi, sangat penting suatu keintiman dalam
menjalin hubungan. Ketika keintiman hilang, hubungan menjadi hambar.
2. Cinta dan Perceraian
Menurut
Sternberg, cinta adalah sebuah kisah, kisah yang ditulis oleh setiap
orang. Kisah tersebut merefleksikan kepribadian, minat dan perasaan seseorang
terhadap suatu hubungan. Ada kisah tentang perang memperebutkan kekuasaan,
misteri, permainan dan sebagainya. Kisah pada setiap orang berasal dari
“skenario” yang sudah dikenalnya, apakah dari orang tua, pengalaman, cerita dan
sebagainya. Kisah ini biasanya mempengaruhi orang bagaimana ia bersikap dan
bertindak dalam sebuah hubungan.
Sternberg
terkenal dengan teorinya tentang segitiga cinta. Segitiga cinta itu mengandung
komponen:
1. Keintiman (intimacy) adalah
elemen emosi, yang di dalamnya terdapat kehangatan, kepercayaan (trust) dan
keinginan untuk membina hubungan. Ciri-cirinya antara lain seseorang akan
merasa dekat dengan seseorang, senang bercakap-cakap dengannya sampai waktu
yang lama, merasa rindu bila lama tidak bertemu, dan ada keinginan untuk
bergandengan tangan atau saling merangkul bahu.
2. Gairah (passion) adalah
elemen motivasional yang didasari oleh dorongan dari dalam diri yang bersifat
seksual. Gairah merupakan elemen fisiologis yang menyebabkan seseorang ingin
dekat secara fisik, merasakan dan menikmati sentuhan fisik, ataupun melakukan
hubungan seksual dengan pasangan hidupnya.
3. Komitmen adalah
elemen kognitif, berupa keputusan untuk secara sinambung dan tetap menjalankan
suatu kehidupan bersama. Komitmen yang sejati adalah komitmen yang berasal dari
dalam diri, yang tidak akan luntur walaupun menghadapi berbagai rintangan dan
ujian yang berat dalam perjalanan kehidupan cintanya. Adanya rintangan dan
godaan justru menjadi pemicu bagi masing-masing individu untuk membuktikan
ketulusan cintanya. Komitmen akan terlihat dengan adanya upaya-upaya tindakan
cinta (love behavior) yang cenderung meningkatkan rasa percaya, rasa
diterima, merasa berharga dan merasa dicintai. Dengan demikian, komitmen akan
mempererat dan melanggengkan kehidupan cinta sampai akhir hayat. Kematianlah
yang memisahkan hubungan cinta tersebut.
Menurut Strenberg,
setiap komponen itu pada setiap orang berbeda derajatnya. Ada yang hanya tinggi
di gairah, tapi rendah pada komitmen (lihat tabel). Sedangkan cinta yang ideal
adalah apabila ketiga komponen itu berada dalam proporsi yang sesuai pada suatu
waktu tertentu. Misalnya pada tahap awal hubungan, yang paling besar adalah
komponen keintiman. Setelah keintiman berlanjut pada gairah yang lebih besar,
(dalam beberapa budaya) disertai dengan komitmen yang lebih besar. Misalnya
melalui perkawinan.Cinta dalam sebuah hubungan ini tidak selalu berada dalam
konteks pacaran atau perkawinan. Pola-pola proporsi ketiga komponen ini dapat
membentuk berbagai macam tipe hubungan seperti terlihat dalam tabel berikut.
Tipe
|
Komponen yang
Hadir
|
Deskripsi
|
Nonlove
|
Ketiga
komponen tidak ada
|
Ada pada
kebanyakan hubungan interpersonal, seperti pertemanan biasa (hanya kenalan
saja)
|
Liking
|
Hanya
keintiman
|
Ada kedekatan,
saling pengertian, dukungan emosional, dan kehangatan. Biasanya ada pada
hubungan persahabatan (bisa sesama jenis kelamin)
|
Infatuation
|
Hanya gairah
|
Seperti pada
cinta pada pandangan pertama, ketertarikan secara fisik, biasanya mudah
hilang
|
Empty love
|
Hanya komitmen
|
Biasanya
ditemukan pada pasangan yang telah menikah dalam waktu yang panjang (misalnya
pada pasangan usia lanjut)
|
Romantic love
|
Keintiman dan
gairah
|
Hubungan yang
melibatkan gairah fisik maupun emosi yang kuat, tanpa ada komitmen (pacaran
atau perkawinan)
|
Companionate
love
|
Keintiman dan
komitmen
|
Hubungan
jangka panjang yang tidak melibatkan unsur seksual, termasuk persahabatan
(juga persahabatan suami-istri)
|
Fatous love
|
Gairah dan
komitmen
|
Hubungan
dengan komitmen tertentu (misalnya perkawinan) atas dasar gairah seksual.
Biasanya pada suami istri yang sudah kehilangan keintimannya
|
Consummate
love
|
Semua komponen
|
Menjadi tujuan
dari hubungan cinta yang ideal
|
Baron dan Byrne
(2004) mendefinisikan cinta sebagai sebuah kombinasi emosi, kognisi, dan
perilaku yang ada dalam sebuah hubungan intim.kajian psikologi tentang fenomena
cinta dapat dibahas melalui kajian psikologi sosial, khususnya dalam
bidang-bidang kajian psikologi sosial yang terkait dengan hubungan
interpersonal.psikologi hubungan interpersonal adalah bagian psikologi sosial
yang mempelajari tentang aspek-aspek perilaku dan kejiwaan yang terkait dengan
fenomena hubungan antara dua pribadi.
Perkawinan adalah
kelanjutan dari Cinta. Adalah proses mendapatkan kesempatan, ketika kamu
mencari yang terbaik diantara pilihan yang ada, maka akan mengurangi kesempatan
untuk mendapatkannya, Ketika kesempurnaan ingin kau dapatkan, maka sia2lah
waktumu dalam mendapatkan perkawinan itu, karena, sebenarnya kesempurnaan itu
hampa adanya. Perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian
hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang
merupakan suatu pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan
antar pribadi - yang biasanya intim dan seksual.Perkawinan umumnya dimulai dan
diresmikan dengan upacara pernikahan. Umumnya perkawinan dijalani dengan maksud
untuk membentuk keluarga.
A.
Memilih Pasangan
Memilih
pasangan hidup merupakan sesuatu hal yang sangat penting hukumnya atau (wajib),
Karna dalam hidup apa lagi sih yang kita cari kalo bukan jodoh kita. Salah
satunya pasangan hidup merupakan tujuan utama dalam hidup ini, karna menurut
agama kenapa Allah menciptakan Perempuan dan Laki-laki. agar mereka bisa hidup berpasang-pasangan.
1. Pilihlah karena Agamanya.
2. kenali dengan cara menanyakan kepada orang yang paling dekat dengannya dan dapat kita percaya.
3. letakkan niat pada tempat yang benar, karena segala perbuatan membutuhkan dan sangat dipengaruhi niat.
4. Shalat istikharah untuk mohon petunjuk kepada ALLAH juga patut dilakukan.
5. Apabila semua ini telah dilakukan, maka pasrahkan diri kepada ALLAH Subhanahu Wata'ala akan keputusan-NYA, jangan keluh kesah, karena itu tidak akan pernah menyelesaikan masalah.
6. Dan terakhir, jangan bosan untuk berbekal ilmu pernikahan , karena berbekal ilmu adalah lebih baik dari pada tidak membekali diri pada saat masuk ke dunia yang baru.
1. Pilihlah karena Agamanya.
2. kenali dengan cara menanyakan kepada orang yang paling dekat dengannya dan dapat kita percaya.
3. letakkan niat pada tempat yang benar, karena segala perbuatan membutuhkan dan sangat dipengaruhi niat.
4. Shalat istikharah untuk mohon petunjuk kepada ALLAH juga patut dilakukan.
5. Apabila semua ini telah dilakukan, maka pasrahkan diri kepada ALLAH Subhanahu Wata'ala akan keputusan-NYA, jangan keluh kesah, karena itu tidak akan pernah menyelesaikan masalah.
6. Dan terakhir, jangan bosan untuk berbekal ilmu pernikahan , karena berbekal ilmu adalah lebih baik dari pada tidak membekali diri pada saat masuk ke dunia yang baru.
B. Hubungan
dalam Perkwainan
Perkawinan adalah
nuklus sebuah masyarakat yang melahirkan hak dan kewajiban. Karena itu,
perkawinan diatur dalam sebuah hukum yang disebut hukum perkawinan.
Hukum perkawinan Islam pada dasarnya adalah sebuah hukum yang
bersifat diyâni, tetapi kemudian dikembangkan sebagai hukum yang
berseifat qadhâ’î berdasarkan politik hukum Islam atau as-siyâsah
asy-syar‘iyyah. Perkawinan diyâni diselenggarakan sesuai nushûsh agama
dari Qur’an dan Sunnah Nabi. Sedangkan perkawinan qadhâ’î diselenggarakan
sesuai dengan kebijakan tertentu pemerintah atau peraturan perundang-undangan.
UU No. 1 Tahun 1973 tentang Perkawinan menggabungkan kedua bentuk hukum
tersebut di mana dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa perkawinan
adalah sah bila dilakukan berdasarkan keyakinan agama dan perkawinan tersebut
dicatat oleh negara melalui lembaga pencatatan yang diatur berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
Dalam istilah al-Qur’an, perkawinan disebut an-nikâh dan az-zawâj. Kata asal an-nikâh berartial-’aqd (perjanjian, kontrak), kemudian digunakan untuk menunjukkan pengertian al-jimâ’(persetubuhan). Sedangkan az-zawâj berarti perpasangan antara jenis laki-laki dan perempuan, atau antara jantan dan betina, atau antara dua jenis yang berbeda, tetapi menyatu dalam fungsi.[2]Dari pengertian ini, maka perkawinan sesama jenis, seperti dilakukan oleh kaum homoseksual dan lesbian, sebenarnya tidak dapat disebut perkawinan. Perkawinan sejenis ini adalah ibarat memakai sepatu yang kedua-duanya kiri atau kedua-duanya kanan sehingga tidak dapat dikatakan sebagai pasangan yang cocok. Di negara-negara tertentu yang menjalankan politik sekularisasi, perkawinan pasangan berlainan jenis dizinkan oleh undang-undang.
Jadi, perkawinan sebenarnya adalah pertemuan dua orang manusia berlainan jenis, yang diikat oleh sebuah perjanjian sehingga menyatu secara fisik dalam bentuk pesetubuhan serta hubungan badan lainnya dan secara batin dalam bentuk ikatan batin untuk mencapai tujuan perkawinan.
Perkawinan dimulai dari perjanjian antara calon suami dan calon isteri yang disebut kontrak perkawinan (‘aqd an-nikâh). Kontrak ini dilakukan di depan seorang penghulu sebagai pencatat kontrak, mirip seorang notaris dalam perjanjian biasa, disaksikan paling tidak oleh dua orang saksi dan pembayaran mas kawin oleh suami kepada isteri dalam jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Perkawinan dapat disebut sebagai salah satu lembaga masyarakat yang melahirkan berbagai hubungan. Pertama adalah hubungan darah kepada anak cucu. Kedua adalah hubungan semenda kepada keluarga asal kedua belah pihak. Ketiga adalah hubungan kewarisan. Keempat adalah hubungan hak dan kewajiban. Ini tentu di samping hubungan ketetanggaan karena sebuah keluarga hidup salam suatu lingkungan masyarakat. Begitu banyaknya hubungan yang dilahirkan oleh lembaga ini sehingga memerlukan pengaturan yang rinci dari agama dan/atau perundang-undangan negara.
Dalam istilah al-Qur’an, perkawinan disebut an-nikâh dan az-zawâj. Kata asal an-nikâh berartial-’aqd (perjanjian, kontrak), kemudian digunakan untuk menunjukkan pengertian al-jimâ’(persetubuhan). Sedangkan az-zawâj berarti perpasangan antara jenis laki-laki dan perempuan, atau antara jantan dan betina, atau antara dua jenis yang berbeda, tetapi menyatu dalam fungsi.[2]Dari pengertian ini, maka perkawinan sesama jenis, seperti dilakukan oleh kaum homoseksual dan lesbian, sebenarnya tidak dapat disebut perkawinan. Perkawinan sejenis ini adalah ibarat memakai sepatu yang kedua-duanya kiri atau kedua-duanya kanan sehingga tidak dapat dikatakan sebagai pasangan yang cocok. Di negara-negara tertentu yang menjalankan politik sekularisasi, perkawinan pasangan berlainan jenis dizinkan oleh undang-undang.
Jadi, perkawinan sebenarnya adalah pertemuan dua orang manusia berlainan jenis, yang diikat oleh sebuah perjanjian sehingga menyatu secara fisik dalam bentuk pesetubuhan serta hubungan badan lainnya dan secara batin dalam bentuk ikatan batin untuk mencapai tujuan perkawinan.
Perkawinan dimulai dari perjanjian antara calon suami dan calon isteri yang disebut kontrak perkawinan (‘aqd an-nikâh). Kontrak ini dilakukan di depan seorang penghulu sebagai pencatat kontrak, mirip seorang notaris dalam perjanjian biasa, disaksikan paling tidak oleh dua orang saksi dan pembayaran mas kawin oleh suami kepada isteri dalam jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Perkawinan dapat disebut sebagai salah satu lembaga masyarakat yang melahirkan berbagai hubungan. Pertama adalah hubungan darah kepada anak cucu. Kedua adalah hubungan semenda kepada keluarga asal kedua belah pihak. Ketiga adalah hubungan kewarisan. Keempat adalah hubungan hak dan kewajiban. Ini tentu di samping hubungan ketetanggaan karena sebuah keluarga hidup salam suatu lingkungan masyarakat. Begitu banyaknya hubungan yang dilahirkan oleh lembaga ini sehingga memerlukan pengaturan yang rinci dari agama dan/atau perundang-undangan negara.
C.
Penyesuaian dan Pertumbuhan dalam Perkawinan
Hirning dan Hirning (1956) mengatakan
bahwa penyesuaian perkawinan itu lebih kompleks dibandingkan yang terlihat. Dua
orang memasuki perkawinan harus menyesuaikan satu sama lain dengan tingkatan
yang berbeda-beda. Untuk tingkat organismik mereka harus menyesuaikan diri
dengan sensori, motor, emosional dan kapasitas intelektual dan kebutuhan. Untuk
tingkat kepribadian, masing-masing mereka harus menyesuaikan diri dengan
kebiasaan, keterampilan, sikap, ketertarikan, nilai-nilai, sifat, konsep ego,
dan kepercayaan. Pasangan juga harus menyesuaikan dengan lingkungan mereka,
termasuk rumah tangga yang baru, anak-anak, sanak keluarga, teman, dan
pekerjaan.
Dyer (1983) menyatakan penyesuaian
perkawinan adalah adanya bermacam-macam proses dan penyesuaian didalam hubungan
perkawinan antar pasangan, dimana adanya proses untuk mengakomodasikan situasi
sehari-hari, menyeimbangkan kebutuhan masing-masing, ketertarikan,
role-expectation, dan pandangan, dan beradaptasi untuk perubahan kondisi
perkawinan dan kehidupan keluarga.
Menurut LeMasters (dalam Dyer, 1983)
penyesuaian perkawinan bisa dikonseptualisasikan sebagai kapasitas penyesuaian
atau adaptasi, sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah daripada kemangkiran
dari masalah.
Duvall dan Miller (1985) mengatakan
bahwa penyesuaian perkawinan itu adalah proses membiasakan diri pada kondisi
baru dan berbeda sebagai hubungan suami istri dengan harapan bahwa mereka akan
menerima tanggung jawab dan memainkan peran sebagai suami istri. Penyesuaian
perkawinan ini juga dianggap sebagai persoalan utama dalam hubungan sebagai
suami istri.
Dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa penyesuaian perkawinan adalah dua orang memasuki tahap
perkawinan dan mulai membiasakan diri dengan situasi baru sebagai suami istri
yang saling menyesuaikan dengan kepribadian, lingkungan, kehidupan keluarga,
dan saling mengakomodasikan kebutuhan, keinginan dan harapan.
D.
Perceraian dan Pernikahan Kembali
Pernikahan
bukanlah akhir kisah indah bak dongeng cinderella, namun dalam perjalanannya,
pernikahan justru banyak menemui masalah. Menikah Kembali setelah perceraian
mungkin menjadi keputusan yang membingungkan untuk diambil. Karena orang akan
mencoba untuk menghindari semua kesalahan yang terjadi dalam perkawinan
sebelumnya dan mereka tidak yakin mereka bisa memperbaiki masalah yang dialami.
Mereka biasanya kurang percaya dalam diri mereka untuk memimpin pernikahan yang
berhasil karena kegagalan lama menghantui mereka dan membuat mereka ragu-ragu
untuk mengambil keputusan.Sebagai manusia, kita memang mempunyai daya tarik
atau daya ketertarikan yang tinggi terhadap hal-hal yang baru. Jadi, semua hal
yang telah kita miliki dan nikmati untuk suatu periode tertentu akan kehilangan
daya tariknya. Misalnya, Anda mencintai pria yang sekarang menjadi pasangan
karena kegantengan, kelembutan dan tanggung jawabnya. Lama-kelamaan, semua itu berubah
menjadi sesuatu yang biasa. Itu adalah kodrat manusia. Sesuatu yang baru
cenderung mempunyai daya tarik yang lebih kuat dan kalau sudah terbiasa daya
tarik itu akan mulai menghilang pula.
Esensi dalam
pernikahan adalah menyatukan dua manusia yang berbeda latar belakang. Untuk itu
kesamaan pandangan dalam kehidupan lebih penting untuk diusahakan bersama.Jika
ingin sukses dalam pernikahan baru, perlu menyadari tentang beberapa hal
tertentu, jangan biarkan kegagalan masa lalu mengecilkan hati, menikah Kembali
setelah perceraian bisa menjadi kan pengalaman, tinggalkan masa lalu dan
berharap untuk masa depan yang lebih baik lagi dari pernikahan sebelumnya.
E.
Alternatif Selain Pernikahan
Mengapa ada
pernikahan?karena kita ingin terikat dengan individu lain agar hidup kita lebih
dalam dan bermakna daripada cara hidup independen dan bebas yang pernah kita
jalani. Namun ada juga beberapa orang yang memutuskan untuk tidak memiliki
pasangan. Mungkin mereka beranggapan bahwa ketika kehidupan itu kita jalani
dengan pasangan akan terasa sulit karena menemukan berbagai persoalan yang
nantinya kemungkinan bisa saja kita hadapi. Akan tetapi hakikatnya menikah itu
adalah ibadah. Hidup akan lebih indah melalui segala bentuk kehidupan bersama
pasangan. Seseorang yang memutuskan untuk sendiri (single life) bisa saja
disebabkan karena traumatik tersendiri yang pernah mereka rasakan sehingga
membuatnya untuk tidak berani lagi memulai hidup secara bersama. Pengalaman
memang berperan penting dalam kelangsungan hidup seseorang. Ia bisa mengubahnya
menjadi lebih kuat namun tidak sedikit yang lemah karenanya. Membuat seseorang
takut memulai, namun juga menimbulkan arti yang mendalam.
“Pernikahan yang
sukses adalah seperti tenunan dalam beludru kehidupan praktis. Seperti nada
harmoni yang dipetik hubungan realistis. Dan pernikahan yang sukses adalah
hasil gabungan cinta, penghormatan, kesetiaan, dan sikap saling mendukung”.
Daftar Pustaka
http://khayeoja.blogspot.com/2012/04/cinta-dan-perkawinan.html